Senin, 13 Mei 2013

Hak Dan Kewajiban

A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat –syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang –undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai "mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara". Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai "melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum". Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya "ke-sistem-an" yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem "han" dan "kam" serta "ra" dan "ta" . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang "Keamanan Negara" guna merangkai "Kamneg" dalam satu sistem dengan "Hannneg" (kata "dan" antara "han" dan "kam" untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta" sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi "pertahanan negara" dan "keamanan negara".
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan kinerja "sishankamrata". Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, "di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)", suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu "ditemani" UU Kamneg yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya "kesisteman" antara pertahanan negara dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan "merapikan" dan "menyelaraskan" pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang" adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta".
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang "konstitusionalis" ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
MAKNA PASAL 30 UUD 1945 BAGI SETIAP WARGA NEGARA
1 A.MAKNA PASAL 30 UUD 1945 BAGI SETIAP WARGA NEGARA
Di dalam pasal 30 UUD 1945 dinyatakan setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai "mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara". Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai "melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum". Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya "ke-sistem-an" yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem "han" dan "kam" serta "ra" dan "ta" . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi kita sebagai warga Negara wajib ikut serta dalam membela Negara kita sendiri dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti:
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau pkn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan Negara:
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.

B.
1. Tujuan pendidikan nasional
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengatahuan dan keteramplan ,kesehatan jasmani dan rohani,kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan ( pasal 4 UU nomor 2 th 89)
2. Pengertian belanegara
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang[1].
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.[2] Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006.
3. Tujuan pendidikan kewarganegaraan
1. Agar para mahasiswa memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas.
2. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, patriotisme, cinta tanah air dan rela berkorban bagi bangsa dan negara.
3. Menguasai pengetahuan dan memahami aneka ragam masalah dasar kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang akan diatasi dengan pemikiran berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional secara kritis dan betanggung jawab.
4.Kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarga kenegaraan
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas – tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional. Sifat cerdas yang dimaksud tersebut tampak pada kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat bertanggung jawab tampak pada kebenaran tindakan, ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, etika maupun kepatutan ajaran agama dan budaya.

Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang :

1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan menghayati nilai – nilai falsafah bangsa.
2) Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3) Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4) Bersifat professional, yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara.

2. Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Yang dimaksud dalam ayat 1 mengenai orang orang bangsa lain yaitu orang peranakan negara luar (contoh: peranakan Tionghoa, Belanda, Arab dll) yang berkedudukan diIndonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, dan bersikap setia kepada NKRI dapat menjadi warga negara Indonesia setelah disahkan oleh Undang undang.


2. A. Istilah pribumi dan non pribumi
Pribumi atau Penduduk asli adalah setiap orang yang lahir disuatu tempat atau wilayah atau negara dan menetap disana. Pribumi ini bersifat melekat pada suatu tempat. secara lebih khusus, istilah pribumi ditujukan kepada setiap orang yang terlahir dengan orang tua yang juga terlahir disuatu tempat tersebut. Pribumi memiliki ciri khas, yakni memiliki bumi (tanah atau tempat tinggal yang berstatus hak miliki pribadi). Sedangkan Non pribumi berarti yang bukan pribumi atau bukan penduduk asli suatu tempat
Namun pendapat yang beredar luas di Indonesia mengenai istilah pribumi dan non-pribumi adalah pribumi didefinisikan sebagai penduduk Indonesia yang berasal dari suku-suku asli (mayoritas) di Indonesia. Sehingga, penduduk Indonesia keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih), maupun campuran sering dikelompokkan sebagai non-pribumi meski telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia. Pendapat seperti itu karena sentimen masyarakat luas yang cenderung mengklasifikasikan penduduk Indonesia berdasarkan ras mereka.
Penyimpangan mengenai golongan pribumi dan non pribumi muncul akibat adanya perbedaan mendasar (diskriminasi) terutama dalam perlakuan yang berbeda oleh rezim yang sedang berkuasa. Ini hanya terjadi jika rezim yang berkuasa adalah pemerintahan otoriter, penjajah dan koloninya. Sebagai contoh, di zaman penjajahan Belanda, Belanda memperlakukan orang di Indonesia secara berbeda didasari oleh etnik/keturunan. Mereka yang berketurunan Belanda akan mendapat pelayanan terbaik, sedangkan golongan pengusaha/pedagang mendapat kelas kedua, sedangkan masyarakat umum (penduduk asli) diperlakukan sebagai kelas rendah. Hal ini juga terjadi pada masyarakat Tionghoa, pada masa penjajahan, masyarakat Tionghoa telah menjadi warga negara kelas dua, sedangkan penduduk asli Indonesia berada di kelas terbawah. Ada juga kaum Tionghoa yang menduduki Kelas satu karena faktor kekayaan dan intelektualitasnya. Klasifikasi ini berakibat timbulnya dendam kelompok bawah (pribumi) terhadap kelompok tengah Tionghoa yang selanjutnya menyulut konflik-konflik antar etnis yang selama ini sering terjadi.
Setelah berlakunya UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, maka setiap manusia yang lahir di Indonesia dianggap warga negara Indonesia tanpa ada memandang istilah pribumi atau non-pribumi yang melekat karena perbedaan latar belakang etnis.
Ada beberapa kriteria Warga Negara Indonesia (WNI) dalam UU 12 tahun 2006, antara lain:
• Seorang yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah WNI dan Ibu WNI, ayah WNI dan ibu WNA, atau ayah WNA dan ibu WNI.
• anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya
• Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara (diberikan oleh Presiden dan pertimbangan DPR RI)
Atas dasar UU diatas dan latar belakang munculnya isu pribumi dan non pribumi yang telah dijelaskan, sangatlah tidak pantas apabila isu ini masih dipermasalahkan dan diungkit kembali di masa ini
B
1.Apah ada penduduk asli Indonesia
Menurut sejarah yang berdasarkan atas pendidikan, bahwa antara 2000 tahun yang telah lampau dipulau ini sudah ada penduduk aslinya, hanya pikiran mereka belum terbuka, hingga masih merupakan orang purba yang belum mengerti tata susila, belum mengerti caranya membuat rumah dan belum mempunyai tempat tinggal yang tetap. Mereka masih menggunakan batu yang dipertajam guna senjata untuk memburu maupun untuk berkelahi.
2. Kenapa timbul istilah pribumi dan non pribumi
Pendapat yang beredar luas di Indonesia mengenai istilah pribumi dan non-pribumi adalah pribumi didefinisikan sebagai penduduk Indonesia yang berasal dari suku-suku asli (mayoritas) di Indonesia. Sehingga, penduduk Indonesia keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih), maupun campuran sering dikelompokkan sebagai non-pribumi meski telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia. Pendapat seperti itu karena sentimen masyarakat luas yang cenderung mengklasifikasikan penduduk Indonesia berdasarkan ras mereka.
3. Siapa yang dimaksud non pribumi Penduduk Indonesia keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih), maupun campuran sering dikelompokkan sebagai non-pribumi
4. Kenapa istilah non pribumi menonjol pada etnis Tionghoa
Hal ini terjadi karena masyarakat Tionghoa telah menjadi warga negara kelas dua, sedangkan penduduk asli Indonesia berada di kelas terbawah. Ada juga kaum Tionghoa yang menduduki Kelas satu karena faktor kekayaan dan intelektualitasnya. Klasifikasi ini berakibat timbulnya dendam kelompok bawah (pribumi) terhadap kelompok tengah Tionghoa yang selanjutnya menyulut konflik-konflik antar etnis yang selama ini sering terjadi.
3.A Pembinaan kewarganegaraan
Upaya yang dilaksanakan untuk memberikan pemahaman tentang wawasan kebangsaan Indonesia terhadap seluruh komponen bangsa.
a. Ditinjau dari format pendidikan. Dapat dilakukan melalui jalur formal dan informal sebagai berikut : Pertama, secara formal dalam lingkungan sekolah/Perguruan Tinggi, untuk menjaga eksistensi wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dan rasa cinta tanah air harus dikenalkan secara dini kepada anak-anak Indonesia melalui pendidikan sekolah / Perguruan Tinggi sesuai dengan strata pendidikannya secara merata dan diwadahi melalui kurikulum pendidikan nasional sebagai berikut : a) Untuk tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK), mengenalkan tentang lagu kebangsaan dan lagu-lagu nasional serta daerah, bahasa Indonesia dan Bendera merah Putih sebagai bendera negara; b) Untuk tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), mempelajari tentang sejarah Indonesia, mengenal Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD 1945 sebagai Dasar Hukum bangsa Indonsia; c) Untuk tingkat Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP setingkat) melanjutkan pendidikan dasar yang sudah diterima di tingkat SD dan upaya bangsa Indonesia untuk mempertahankan keutuhan NKRI dari segala macam bentuk rongrongan pemberontakan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh sebagian pengkhianat bangsa maupun kemungkinan adanya ancaman yang datang dari luar; d) Untuk tingkat Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA setingkat) melanjutkan pendidikan menengah pertama yang sudah di terima di tingkat SMP secara aplikatif agar lebih menghayati arti penting bela negara dan rasa cinta tanah air dalam rangka mempertahankan keutuhan dan rasa persatuan kesatuan bangsa Indonesia melalui cara pandang yang sama dalam wadah NKRI. Sehingga sebagai anak bangsa akan tertanam jiwa bela negara dalam kerangka pertahanan negara; e) Untuk tingkat Perguruan Tinggi, membangun kesadaran dan kemampuan bela negara serta penanaman rasa bela negara rasa cinta tanah air diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat lebih aplikatif yang diwadahi melalui organisasi kemahasiswaan seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), organisasi kemahasiswaan lainnya untuk memupuk dan melatih kewiraan serta kepemimpinan sebagai kader generasi penerus bangsa; f) Mengaktifkan kegiatan kepramukaan sebagai sarana yang paling efektif pada waktu yang lalu untuk menanamkan semangat bela negara dan rasa cinta tanah air di kalangan generasi muda bangsa disetiap strata pendidikan yang berbeda. Kedua, Secara informal dalam lingkungan pemukiman maupun lingkungan pekerjaan, disamping pendidikan formal yang diterima oleh generasi penerus bangsa disekolah maupun perguruan tinggi, maka pendidikan bela negara juga dilaksanakan dilingkungan pemukiman dan lingkungan pekerjaan, dilaksanakan dengan cara : a) Mensosialisasikan Undang-Undang nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara dilingkungan pemukiman maupun pekerjaan bahwa tugas-tugas pertahanan negara bukanlah tugas TNI semata tetapi menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga masyarakat sebagai warga negara akan memahami dimana posisinya dalam keikutsertaannya untuk melaksanakan pertahanan negara sebagai komponen cadangan atau komponen pendukung; b) Untuk menanam dan menumbuh-kembangkan rasa bela negara dan rasa cinta tanah air dilaksanakan melalui kegiatan secara aplikatif dalam keseharian di lingkungan pemukiman diantaranya melaksanakan kegiatan sistem keamanan lingkungan (Siskamling), kerja bhakti dan gotong royong, pelatihan perlawanan rakyat (Wanra) dan keamanan rakyat (Kamra), pengibaran bendera Merah putih pada hari-hari nasional dan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia; c) Melaksanakan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara yang difasilitasi oleh pemerintah dengan mengikutsertakan kader-kader dari daerah (mulai tingkat desa sampai tingkat propinsi); d) Untuk lingkungan pekerjaan melaksanakan upacara pengibaran bendera Merah Putih pada setiap hari Senin dan hari-hari Nasional maupun hari Kemerdekaan Indonesia serta ikut serta dalam wadah pertahanan sipil (Hansip); e) Peningkatan komunikasi yaitu dengan melaksanakan kegiatan yang terkait dengan propaganda melalui media masa, koran, televisi dan radio untuk membangun kesadaran dan kemampuan bela negara diseluruh lapisan masyarakat Indonesia. Media yang digunakan tidak terbatas milik pemerintah saja tetapi melibatkan seluruh media swasta yang beredar di seluruh Indonesia, terutama yang mengarah kepada program cinta Indonesia.
b. Ditinjau dari pembinaan aspek astagatra. Astagatra yang terdiri dari tri gatra (geografi, demografi dan sumber kekayaan alam) dan panca gatra (idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan) adalah merupakan ciri wawasan nusantara dan ketahanan nasional bangsa Indonesia sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman terhadap wawasan kebangsaan Indonesia dalam tinjauan aspek astagatra dilakukan melalui cara sebagai berikut; 1) Pembinaan dari tinjauan aspek geografi. Seluruh komponen bangsa ikut bertanggung jawab untuk menjaga dan membangun kondisi geografis NKRI dalam ikatan ke-Bhineka Tunggal Ika-an guna menjaga integritas NKRI. Untuk mencapai kondisi tersebut dilakukan melalui upaya : a) Bimbingan, pengarahan dan penyuluhan tentang pentingnya letak geografi Indonesia guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan pertahanan negara; b) Pelatihan, melalui proyek percontohan tentang pemanfaatan lahan pertanian dan budi daya laut serta manajemen pemasaran dari hasil pertanian dan hasil laut agar memiliki nilai jual yang bersaing untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat; c) Pengawasan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan dan pencapaian hasil dimaksud agar mencapai hasil serta keuntungan yang diinginkan melalui penerapan sistem koperasi rakyat agar terhindar dari sekelompok oknum yang tidak bertanggung jawab melalui upaya penerapan sistem ijon; d) Seluruh komponen bangsa ikut bertanggung jawab untuk menjaga dan membangun kondisi geografis NKRI dalam ikatan ke-Bhineka Tungga Ika-an guna mewujudkan ketahanan nasional dengan demikian maka integritas NKRI akan terjamin kelangsungannya; 2) Pembinaan dari tinjauan aspek demografi. Menghapus pandangan minoritas terhadap kelompok etnis tertentu, guna menghindari sentimen kedaerahan yang dapat memicu kebencian daerah terhadap pusat sehingga perlu dilakukan tindakan yang seimbang untuk bersikap dalam rangka menanamkan loyalitas vertikal, sebagai salah satu indikatornya adalah adanya derajat kepatuhan dan kesetiaan yang ditunjukan oleh pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, dilakukan melalui upaya : a) menanamkan loyalitas vertikal, yaitu derajat kepatuhan dan kesetiaan yang ditunjukan oleh: (1) Masyarakat terhadap pemimpinan non-formal, terhadap elite politik dan terhadap pemerintah NKRI; ( 2) Masyarakat terhadap hukum yang berlaku di wilayah NKRI; (3) Pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat; (4) Internal masyarakat yang saling menghargai dalam berbagai keaneka ragaman yang ada terhadap pimpinan di daerahnya; b) Menanamkan loyalitas horizontal, yaitu derajat kepatuhan dan kesetiaan yang ditunjukan oleh : (1) Kelompok masyarkat terhadap kelompok masyarakat lainnya;(2) Masyarakat terhadap kebudayaan (norma dan tata nilai) dan hukum;(3) Pemerintah daerah terhadap pemerintah daerah lainnya. Melalui upaya pembinaan yang diharapkan maka prilaku yang bertentangan dengan karakter masyarakat daerah konflik dapat ditangkal karena masyarakat senantiasa mengutamakan kemaslahatan umat dengan memerangi segala macam bentuk kemaksiatan dan kezaliman dengan lebih mengemukakan kebijakan. Pembinaan yang dilaksanakan selama ini kepada penduduk di daerah konflik adalah meningkatkan SDM masyarkat melalui jalur formal dan non formal serta menanamkan rasa kebangsaan sebagai bagian dari bangsa ini agar terhindar dari pengaruh dan propaganda pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, selanjutnya akan tertanam rasa nasionalisme yang tinggi guna meningkatkan ketahanan nasional di daerah konflik; 3) Pembinaan dari tinjauan aspek sumber kekayaan alam. Pengelolaan sumber kekayaan alam mampu memberikan dan membuka lapangan kerja bagi penduduk di daerah, membatasi kesenjangan sosial yang ada antara pusat dan daerah, pengelolaan sumber kekayaan alam prioritas utama diperuntukan bagi kepentingan masyarakat di daerah setempat, melibatkan masyarakat setempat dalam upaya melestarikan dan menginfentarisir kekayaan alam, perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan kekayaan alam menggunakan manajemen yang transparan, sehingga di ketahui dengan jelas arah aliran keuangan dari hasil pengelolaan tersebut, dilakukan melalui :a) Pengelolaan sumber kekayaan alam diarahkan untuk kepentingan peningkatan kesempatan dan peluang kerja penduduk daerah,untuk mempersempit dan membatasi dan kesenjangan sosial yang ada antara pusat dan daerah; b) Sumber energi minyak dan gas bumi harus dihemat, dan sedapat mungkin dilaksanakan kegiatan untuk mengembangkan sumber energi terbaru agar ditemukan alternatif pengganti bahan baku yang tersedia; c) Pengelolaan sumber kekayaan alam prioritas utama diperuntukan bagi kepentingan masyarakat daerah secara adil dalam bingkai NKRI berdasarkan Pancasila dan rakyat Indonesia secara umum; d) Seluruh komponen bangsa terutama yang berdomisili di daerah ikut dlibatkan dalam upaya melestarikan dan meginvetarisir serta Mengawasi kekayaan alam yang terkandung di daerah tersebut; e) Dilaksanakan rencana dan pelaksanaan yang transparan dalam pengelolaan sumber kekayaan alam tersebut dan jelas arah aliran keuangan dari hasil pengelolaannya;4) Pembinaan dari tinjauan aspek idiologi. Mengenalkan dan memberikan pendidikan moral Pancasila mulai dari usia dini, pembangunan mental spiritual harus dilaksanakan secara seimbang agar terbentuk manusia Indonesia yang memiliki moral etika sebagai insan Pancasila, dilakukan melalui upaya: a) Mengenalkan dan memberikan pendidikan moral pancasila mulai usia dini serta memberikan suri tauladan kepada penduduk tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari; b) Pelaksanaan pembentukan fisik berupa sarana dan prasarana serta pembangunan mental spritual harus dilaksanakan secara seimbang agar terbentuk manusia Indonesia yang seutuhnya dalam pengertian manusia Indonesia yang memiliki moral etika sebagai insan pancasila; c) Pancasila sebagai ideologi nasional falsafah bangsa dan dasar negara RI harus terus diamalkan, secara realiti dalam perbuatan sehari-hari dan pelaksanaannya mulai dari masin-masing individu dalam lingkungan sosialnya (rumah sekolah, kantor dan lingkungan warga); 5) Pembinaan dari tinjauan aspek politik. Menjelaskan bahwa sistem pemerintahan senantiasa berdasarkan hukum sehingga perbuatan yang dilakukan diluar rambu-rambu dan kaedah hukum yang berlaku berarti merupakan suatu indikasi melawan hukum dan harus dipertanggung jawabkan sistem pemerintahan senantiasa berdasarkan hukum sehingga perbuatan yang mencegah terjadinya diktator mayoritas dan tirani minoritas atau si besar menindas yang kecil dan yang kuat menginjak yang lemah, tindakan-tindakan ini tidak bisa dibenarkan dan tidak boleh dilakukan oleh siapapun dan kepada siapapun, dilakukan melalui upaya : a) Menjelaskan bahwa dilakukan diluar rambu-rambu dan kaedah hukum yang berlaku berarti merupakan upaya melawan hukum dan harus dipertanggung jawabkan ; b) Mencegah terjadinya diktator mayoritas dan tirani minoritas atau si besar menindas yang kecil dan yang kuat menginjak yang lemah, tindakan-tindakan ini tidak bisa dibenarkan dan tidak boleh dilakukan oleh siapapun dan kepada siapapun sebagai sesama warga negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dimata hukum;6) Pembinaan dari tinjauan aspek ekonomi. Dalam mewujudkan pemulihan ekonomi harus selalu berorientasi kepada ekonomi rakyat dan bertumpu pada ekonomi pasar, senantiasa harus mengedepankan pemberdayaan institusi fungsional dibidang ekonomi, misalnya mendorong pengembangan industri strategis melalui program penelitian yang bersifat kemitraaan dengan lembaga penelitian diberbagai perguruan tinggi maupun industri strategis yang ada sehingga dapat menjawab desakan kebutuhan ekonomi di daerah, dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut pada tingkat kebutuhan primer, dilakukan melalui: a) Pemerintah pusat dan daerah mengutamakan pemulihan kehidupan ekonomi rakyat melalui peningkatan sektor pertanian dan perikanan sebagai mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia; b) untuk meningkatkan aktivitas roda perekonomian diperlukan pelibatan oleh unsur-unsur komponen bangsa sesuai fungsi termasuk TNI diseluruh wilayah NKRI untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat dari kemungkinan adanya gangguan kaum kelompk separatis; c) Pelibatan seluruh instansi dalam pembinaan bidang tertentu yang saling berhubungan maupun mendukung peningkatan bidang ekonomi ikut bertanggung jawab penuh untuk pencapaian sasaran yang dituju sesuai dengan perencanaan pemerintah, dengan demikian kesenjangan ekonomi dapat di minimalisasi untuk menghindari munculnya konflik sosial; 7) Pembinaan dari tinjauan aspek sosial budaya. Upaya ini perlu diimplementasikan dalam sosial kultur kehidupan masyarakat didaerah setempat, karena ikatan adat istiadat dijunjung tinggi sebagai nilai-nilai yang bermakna dalam menentukan kehidupan masyarakat pada daerah daerah tertentu, diwujudkan secara aplikatif untuk dapat menghargai pendapat dan sarana masukkan dari para tokoh mayarakat bernilai positif untuk membangun daerah secara fisik maupun non fisik (moral), dilakukan melalui upaya: a) Mencegah dan membatasi masuknya budaya asing yang dapat merusak budaya bangsa sendiri dan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa; b) Mengedepankan pemuka adat untuk ikut berbicara dengan pemerintah dan kelompok separatis agar ada saling pengertian tentang perbedaan pendapat yang terjadi untuk menjaga keutuhan NKRI yang telah dibangun oleh para pejuang bangsa; c) Menghargai dan saran masukkan dari para tokoh masyarakat yang bernilai positif untuk membangun daerah secara fisik maupun moral;d) Menghimbau para tokoh pemuda di seluruh Indonesia agar ikut melestarikan kebudayaan daerah yang sarat dengan nilai-nilai seni yang bernilai tinggi untuk menjaga nilai nilai budaya sendiri dan menegah masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan adat istiadat sendiri sebagai salah satu alat perekat bangsa sehingga tidak terhapus oleh budaya asing; e) Menghidupkan dan menanamkan kembali sikap dan budi pekerti yang baik dimulai dari sedini mungkin dari anak-anak generasi penerus bangsa Indonesia dikenal dan menganal dirinya sebagai anak Indonesia yang berbudi pekerti luhur. Karena seakanakan budi pekerti ini hanya dimiliki generasi terdahulu saja, sedangkan budi pekerti erat kaitannya dengan etika maupun esthetica yang dimiliki oleh bangsa Indonesia oleh dahulu kala; Pembinaan dari tinjauan aspek pertahanan dan keamanan. Untuk memberikan jaminan perbaikan taraf hidup masyarakat termasuk jaminan rasa aman dalam beraktifitas dan berkreasi sesuai dengan haknya sebagai warga negara Indonesia yang berazaskan pancasila. Meningkatkan kinerja seluruh aparat pemerintah yang bertuga sdaerah pedalaman dan didukung oleh kekuatan TNI untuk menjamin rasa aman dalam bertugas diwilayah tersebut. Untuk pertahanan dan keamanan upaya dilaksanakan melalui konsep sistem pertahanan semesta sebagai doktrin nasional dalam menyelenggarakan pertahanan negara berpedoman kepada sikap kerakyatan, kewilayahan dan kesemestaan dalam sistem petahananan semesta, sehingga dapat mewujudkan wilayah NKRI sebagai satu kesatuan yang utuh. Dari aspek pertahanan dan keamanan secara riil dan aplikatif harus dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat di daerah. Upaya nyata yang dilakukan diantaranya ; a) Pemberdayaan komando kewilayahan (Kowil), Kowil selaku unsur TNI harus diberdayakan dalam rangka ikut membantu pelaksanaan pengembangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya serta meningkatkan kesejahteraan didaerah, khususnya kesejahteraan dengan kepentingan pertahanan dalam rangka memelihara dan meningkatkan ketahanan nasional; b) Dalam rangka menyelaenggarakan pertahanan diwilayah maka Kowil TNI sebagai komando pelaksana tugas dan fungsi ketahanan daerah bersama pemerintah daerah merencanakan dan menyusun rencana pembinaan dalam rangka pembangunan nasional di daerah; c) Meningkatkan sosialisasi bela negara kepada seluruh masyarakat secara formal dan informal; d) TNI mengsinergikan potensi kekuatan pertahanan yang ada diwilayah melalui kegiatan tugas dan fungsi departemen pertahanan di daerah dengan dasar hukum UU No 34 tahun 2004 tentang TNI.
c. Menentukan kebijaksanaan dan strategis kedalam maupun keluar melalui langkah-langkah sebaga berikut : Pertama, Kedalam dilakukan melalui upaya : (a) Memperkokoh rasa persatuan dalam wadah NKRI, mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui cara sebagai berikut : (1) Meningkatkan pemahaman wawasan nusantara sebagai wawasan kebangsaan Indonesia dengan kesatuan bangsa, keutuhan wilayah dan kepentingan nasioanal serta mengakhiri konflik antar pemimpin bangsa khusunya para elit politik; (2) Menyelenggarakan pembangunan nasional yang mampu mengurangi kesenjangan sosial dan ketidakadilan; (3) Menyelenggarakan pendidikan nasional yang mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesadaran kebangsaan Indonesia; (4) Penghormatan dan pemberdayaan nilai-nilai agama budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam untuk meningkatkan moral dan etika mayarakat; (b) Memperkokoh ketahanan nasional, melalui cara-cara : (1) Mewujudkan stabilitas keamanan dengan mengedepankan supermasi hukum dan menghormati hak asasi manusia (HAM) ; (2) Mewaspadai oknum oknum subversit dari dala maupun luar yang memanfaatkan luasnya wilayah Indonesia untuk melakukan aksi-aksinya untuk memecah keutuhan NKRI; (3) mengalokasikan anggaran yang memadai pada batas kebutuhan minimal kepada TNI dan Polri untuk meningkatkan profesionalisme dalam bidang tugasnya masing-masing dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya; (4) melaksanakan pembangunan nasional yang berbasis pada Sumber Daya Nasional (Sumdanas) dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup; (c) Menyelenggarakan otonomi daerah dengan tetap berorientasi kepentingan nasional, melalui cara : (1) penataan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara sinergik dalam kebersamaan guna mencapai tujuan nasional; (2) menyiapkan perangkat hukum guna mencegah timbulnya anarki dan otoriter dengan tetap memberikan peluang bagi pengawasan masyarakat; (3) pengaturan otonomi daerah yang tetap mengacu pada wawasan nusantara dan ketahanan nasional; (4) mengikis KKN secara tuntas; (5) meningkatkan pelayanan masyarakat; (6) melaksanakan pembangunan daerah untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ketidak adilan; (7) saling menghormati budaya dan adat istiadat suku dan etnis yang ada didaerah; (8) meningkatkan pemahaman tentang tanah air nusantara sebagai sarana hidup seluruh bangsa indonesia yang beraneka ragam; (d) Mengajak partisipasi masyarakat dalam menciptakan persatuan bangsa, ketahanan nasional dan otonomi daerah melalui cara-cara : (1) mewujudkan kesadaran kebangsaan Indonesia dalam wadah NKRI; (2) meningkatkan kesadaraan bela negara, antara lain dengan mewaspadai oknum subversif dan provokator serta pelaku penghinaan; (3) pengawasan sosial terhadap kinerja pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional di tingkat pusat maupun daerah; Kedua, Keluar dilakukan melalui upaya : (a) memelihara hubungan internasional dengan negara-negara sahabat sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif serta meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pertahanan negara. Kebijaksanaan dan strategi yang dilakukan melalui cara-cara : (1) mempertegas batas negara dilaut dan didarat dengan negara-negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia agar sengketa perbatasan tidak menjadi isue negatif bagi kedua negara; (2) melibatkan secara prioritas SDM masyarakat Indonesia pada perusahaan modal asing yang ada di Indonesia dengan tujuan memberdayakan masyarakat bangsa sendiri; (3) melaksanakan pengawasan terhadap lalu lintas kapal kapal asing di Jalur ALKI agar tidak terjadi penyalahgunaan dan pemanfaatan ALKI untuk kepentingan mata-mata oleh negara lain; (b) Meningkatkan hubungan bilateral maupun multilateral dengan negara tetangga dan negara sahabat untuk kepentingan tertentu diantaranya adalah : (1) Menjaga batas negara secara bersama baik didarat maupun dilautan untuk menghindari terjadinya pelanggaran batas wilayah dan aksi penyelundupan maupun pencurian kekayaan alam, seperti ilegal loging, ilegal fishing dan ilegal transficking; (2) menjalin hubungan kerja sama militer melalui latihan bersama dan kerja sama dibidang pendidikan; (3) menjalin hubungan kerja sama budaya melalui pertukaran seni dan budaya antar negara; (4) menciptakan ketahanan nasional melalui kerja sama antar negara dikawasan asean; (5) menciptakan ketahanan nasional dimasing-masing negara kawasan agar dapat memberikan konstribusi positip pada kawasannya.
Setiap Bangsa di dunia ini memiliki ciri wawasan kebangsaan masing-masing., wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki ciri wawasan nusantara makna yang terkandung adalah seluruh warga negara telah memiliki cara pandang yang berwawasan nusantara, hal ini sangat mendukung dalam mewujudkan ketahanan nasional ( Santoso, Budi, ketahanan nasional indonesia Pustaka Sinar Harapan, 2001, hal 53 54). Bangsa Indonesia dalam membina dan membangun kehidupan selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Pemahaman terhadap wawasan Nusantara sebagai wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh komponen bangsa untuk menyatukan visi bangsa indonesia dalam kerangka NKRI.
Pasca Reformasi Nasional pada tahun 1998 sehingga saat ini wawasan kebangsaan bangsa Indonesia semakin rapuh dan memudar, munculnya persepsi dan penjabaran yang keliru tentang Demokrasi yang banyak diartikan sebagai kebangsaan tanpa batas serta adanya pengaruh dari pemanfaatan oleh kelompok kepentingan tertentu yang mengatasnamakan membela kepentingan rakyat yang menempatkan dirinya menjadi oposisi pemerintah dengan mengeksploitasi berbagai kelemahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat mengakibatkan rentannya pemahaman waasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia, demikian pula arus perubahan yang di usung pada era globalisasi membawa tantangan tersendiri dalam kehidupan kebangsaan sebagai akibat masih lemahnya tingkat kualitas sumber daya manusia.
Bila tantangan tersebut tidak segera di respon dan disikapi dengan sungguh-sungguh tentu akan semakin melebar dan membawa dampak negatif terhadap kehidupan kebangsaan, oleh karena itulah perlu dilakukan upaya pemahaman tentang wawasan nusantara sebagai perwujudan wawasan kebangaan bagi bangsa Indonesia untuk mengembalikan faham, semangat dan rasa kebangsaan terhadap nilai-nilai wawasan kebangsaan yang meliputi nilai kekeluargaan, nilai kesederajatan dan nilai pengorbanan agar dapat di implimentasikan secara benar dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh bangsa Indonesia di semua lapisan baik terhadap supra struktur, imfrastruktur, sub struktur dan kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa adanya perbedaan yang membelenggu.
Untuk mencapai keberhasilan pemahaman tentang wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia di arahkan kepada 1) Pemahaman wawasan kebangsaan terhadap seluruh lapisan masyarakat; 2) Implementasi kepemimpinan nasional. yang menempatkan wawasan kebangsaan pada posisi yang tinggi serta memegang teguh konstitusi pada setiap pengambilan kebijakkan; 3) Meningkatkan semangat nasionalisme dalam penegertian yang luas untuk memupuk ikatan kebangsaan serta meningkatkan kualitas bangsa Indonesia untuk menuju pada percaturan pergaulan dengan bangsa-bangsa di dunia lainnya; 4) Menempatkan supremasi hukum untuk dipatuhi dalam dinamika kehidupan kebangsaan serta mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan terhadap seluruh masyarakat yang berhak untuk mendapat perlindungan hukum tanpa diskriminasi; 5) Kesetaraan sosial, mewujudkan kesetaraan hak dan kewajiban warga negara Indonesia dengan memperoleh kesempatan yang sama dalam kehidupan kebangsaan tanpa memandang etnis, agama dan golongan sesuai aturan hukum yang berlaku, yang ditempuh melalui metode, regulasi terhadap hukum dan kebijakkan pemerintah, revisi terhadap sejarah perjuangan bangsa, sosialisasi wawasan kebangsaan terhadap semua lapisan masyarakat dan pelatihan terhadap kader bangsa di bidang kepemimpinan dan bela negara.
Demikian tentang upaya pemahaman wawasan nusantara sebagai wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia, untuk mencapai keinginan tersebut maka harus dilakukan melalui gerakan secara nasional yang berkesinambungan dan di programkan oleh pemerintah terhadap lingkungan pendidikan formal dan non formal, lingkungan pekerjaan dan lingkungan masyarakat, kemampuan untuk mengimplementasikan aspek astagatra dalam dinamika kehidupan bangsa secara menyeluruh, seimbang dan merata diseluruh wilayah Indonesia disamping itu perlu kesadaran dan pemahaman dari semua komponen bangsa disertai bentuk kerja sama yang baik dengan pemerintah untuk memacu langkah dan upaya untuk pemahaman tersebut. Dan yang paling penting adalah pengakuan dari masing-masing individu, apakah sebagai anak bangsa Indonesia saya sudah termasuk orang yang memahami hal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar